Friday, April 8, 2016

“TEORI BELAJAR SKINNER”



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Kita mengenal kata “belajar” dari sejak kita belum mengenal bangku sekolah. Seperti saat kita mulai bisa berbicara, kita sudah melakukan belajar dari yang tidak bisa bicara menjadi bisa. Jadi belajar sudah sangat sering kita lakukan walaupun tidak dalam lingkup bangku sekolah. Dan bisa dikatakan bahwa belajar itu tidak dimulai dari saat kita memegang pensil dan buku.
            Secara sederhana pengertian belajar adalah suatu perilaku yang tak lepas dari berbagai syarat dan komponen yang terkait dengan belajar itu sendiri. Kita mengenal juga belajar sebagai suatu proses, yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dari sesuatu yang tidak pernah kita ketahui menjadikan kita tahu tetang hal tersebut. Proses belajar ini bisa dilaksanakan dalam seluruh aktivitas sehari – hari yang kita lakukan. Proses belajar itu berlangsung dengan tujuan untuk membuat suatu perubahan secara keseluruhan dari setiap individu yang melakuakannya.
            Secara psikologi dalam proses belajar terdapat prasyarat yang harus dikembangkan sebagai berikut :
1.      Kegiatan yang merangsang peserta didik untuk merespon;
2.      Respon peserta didik itu sendiri;
3.      Penghargaan terhadap respon peserta didik;
4.      Motivasi untuk menguatkan respon peserta didik.
            Langkah – langkah untuk mempersiapkan prasyarat prilaku belajar tersebut paling tidak dapat kita pahami berdasarkan Teori operant conditioning yang di utarakan dan dikembangkan oleh B.F. Skinner, seorang ahli behavior. Teori ini merupakan teori yang dikembangkan dari toeri – teori yang terdahulu.
           


B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Siapakah B.F. Skinner itu?
2.      Bagaimanakah Teori belajar behavioristik?
3.      Apakah prinsip – prinsip belajar yang digunakan Skinner?
4.      Apakah kelebihan dan kelemahan dari Teori belajar behavioristik?
5.      Bagaimanakah aplikasi Teori belajar behavioristik dalam pembelajaran?
6.      Bagaimana menentukan langkah – langkah pembelajaran berdasarkan Teori Skinner?

C. Tujuan Pembahasan
            Adapun tujuan dari pembahasan permasalahan adalah:
1.      Mengetahui tentang B.F. Skinner.
2.      Mengetahui tentang Teori belajar behavioristik.
3.      Mengetahui prinsip – prinsip belajar yang digunakan Skinner dalam teorinya.
4.      Mengetahui kelebihan dan kelemahan dari Toeri belajar behavioristik.
5.      Mengetahui aplikasi dari Teori belajar behavioristik dalam pembelajaran.
6.      Menentukan langkah – langkah pembelajaran berdasarkan Teori Skinner


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Burrhus Frederic Skinner
            Burrhus Frederic skinner (B.F. Skinner) lahir di Susquehanna, Pennsylvania pada tanggal 20 Maret 1904. Ia merupakan anak pertama dari pasangan William Skinner dan Grace Mange Burrhus Skinner. Ayahnya adalah seorang pengacara dan seorang politisi, sedangkan Ibunya adalah seorang Ibu rumah tangga. Skinner tumbuh dalam suasana dan lingkungan yang nyaman, bahagia, dan dengan derajat ekonomi keluarga menengah ke atas. Orang tuanya menerapkan nilai – nilai kesederhanaan, kebaktian, kejujuran, dan kerja keras dalam menjalani kehidupan. Keluarga skinner adalah orang – orang gereja, namun Freud (B.F skinner) pernah hampir kehilangan kepercayaan terhadap agama ketika masih duduk di bangku sekolah menengah. Dan kemudian ia tidak menjalankan atau mengikuti agama apapun.
            Ketika berusia 2 setengah tahun, Edward adiknya yang biasa disapa Ebbie lahir. Freud merasa bahwa adiknya lebih disayang oleh kedua orang tuanya. Namun, ia tidak merasa kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Pada tahun pertama Freud di perguruan tinggi, Ebbie adiknya meninggal dunia. Sejak saat itu kedua orang tuanya menjadi progresif dan sulit memberikan izin kepada Freud untuk bepergian. Mereka menginginkan Freud menjadi anak rumahan “The Family Boy” saja. Dengan sungguh-sungguh kedua orang tuanya sukses menjalankan kewajiban dengan menjaga kestabilan keuangan Freud, bahkan hingga ia menjadi seorang psikologi terkemuka di Amerika.
            Pada tahun pertama, Skinner tertarik untuk menjadi seorang penulis profesional, dengan tujuan atau cita – citanya mempublikasikan Walden Two ketika ia mulai berusia 40 tahun. Ketika Skinner tamat dari sekolah menengah, keluarganya pindah ke Scranton, Pennsylvania. Dan hampir dengan seketika Skinner masuk ke Peguruan Tinggi Hamilton, sebuah sekolah kesenian liberal di Clinton, New York. Setelah mendapatkan gelar sarjana muda dalam bidang Bahasa Inggris di Inggris, Skinner menyadari ambisinya untuk menjadi seorang penulis yang kreatif.
            Skinner memberi tahu ayahnya bahwa ia berkeinginan untuk  menghabiskan waktu satu tahun dengan tanpa bekerja di rumah kecuali menulis. Dengan alasan akan kebutuhan untuk membangun/ membentuk kehidupan, ayahnya (William Skinner) dengan terpaksa mendukung Skinner selama satu tahun ini, dengan kondisi atau alternatif Skinner akan mendapatkan pekerjaan yang lain jika karir menulisnya tidak sukses. Namun, datang sebuah surat pemberi harapan dari Robert Frost, dengan suratya ia memberikan harapan kepada Skinner untuk menjadi seorang penulis karena ia telah membaca tulisan – tulisan Skinner.
            Skinner pun kembali ke rumah orang tuanya di Scranton, belajar di loteng dan mulai menulis dari pagi hari. Namun, usahanya tidak produktif karena ia malah tidak memiliki ide untuk disampaikan dan dituangkan dalam tulisan – tulisannya. Hingga satu tahun itu disebut sebagai “Tahun Kegelapan” bagi Skinner. Tahun kegelapan tersebut memberikan gambaran akan kuatnya kebimbangan identitas hidup Skinner, dan ini bukanlah kirisis identitas yang terakhir bagi Skinner.
            Di akhir tahun kegelapannya yang berlangsung selama 18 bulan, Skinner dihadapi dengan permintaan untuk mencari pekerjaan baru. Psikologi pun memberinya isyarat. Setelah membaca beberapa karya Watson dan Pavlov, ia memutuskan untuk menjadi seorang behavioris. Ia pun tidak pernah ragu terhadap keputusannya tersebut dan dengan kesungguhan hati menerjunkan dirinya ke dalam behaviorisme radikal.
            Meskipun Skinner tidak pernah mengambil pendidikan sarjana psikologi, Harvard menerimanya sebagai mahasiswa lulusan psikologi. Setelah mendapatkan gelar PhD pada tahun 1931, Skinner menerima beasiswa dari Dewan Penelitian Nasional untuk melanjutkan penelitian laboratoriumnya di Harvard. Skinner pun menjadi pecaya diri dengan identitasnya sebagai seorang behavioris. Ia juga membuat garis besar cita – cita/ tujuannya dalam 30 tahun ke depan. Dalam rencananya, Skinner juga  terus mengingatkan dirinya untuk benar-benar taat dan sungguh – sungguh dalam mendalami metodologi behavioristik. Di tahun 1960, Skinner telah berhasil mewujudkan fase terpenting dalam rencananya.
            Pada tahun, 1936, Skinner mulai mendapatkan posisi atau kedudukan pada pengajaran dan penelitian di Universitas Minnesota. Sesaat setelah pindah ke Minneapolis, ia memiliki seorang kekasih dengan masa pacaran yang pendek dan tidak menentu. Hingga ia kemudian menikah dengan Yvonne Blue. Skinner mempunyai 2 orang anak, yaitu Julie yang lahir pada tahun 1938 dan Deborah (Debbie) yang lahir pada tahun 1944. Dalam tahun – tahunnya di Minnesota, Skinner menerbitkan buku pertamanya yang berjudul The Behavior of Organisms (1938).
            Di usiannya yang ke – 40 tahun, Skinner masih bergantung kepada bantuan keuangan dari ayahnya untuk berjuang dalam ketidak berhasilannya menulis buku mengenai perilaku lisan (Behavior Verbal). Karena ia tidak sepenuhnya terlepas dari “Tahun Kegelapan” dalam 20 tahun pertama. Meski Skinner menjadi sukses dan menjadi seorang behavioris terkemuka, ia lamban dalam mengatur dan menghasilkan keuangannya sendiri. Dengan model kekanak – kanakan, ia mengijinkan orang tuanya untuk membayar mobil, liburan, pendidikan anak – anaknya di sekolah, bahkan rumah untuk keluarganya.
            Ketika Skinner masih menuntut ilmu di Universitas Minnesota, ayahnya memberikan penawaran kepada Skinner, bahwa ia akan membayar gaji sekolah musim panasnya jika ia terlebih dahulu mengajar selama musim panas dan membawa istri serta kedua anaknya ke Scranton. Skinner pun menerima tawaran dari ayahnya untuk pindah ke Scranton serta untuk kembali menulis. Namun, buku yang ia tulis masih belum dapat diselesaikan juga hingga beberapa tahun mendatang.
            Pada tahun 1945, Skinner meninggalkan Minnesota untuk mengetuai/ mengepalai sebuah Departemen Psikologi di Universitas Indiana, sebuah pilihan yang menjadikannya lebih frustasi karena tugas – tugas administifnya menjemukan, ditambah Skinner belum merasakan pengetahuan dan pengalaman akan psikologi itu sendiri. Namun, istrinya memiliki perasaan atau anggapan yang bertentangan dengan Skinner. Ia beranggapan bahwa meskipun begitu krisis pribadi Skinner akan segera berkahir dan karir profesionalnya pun akan datang.
            Pada liburan musim panas tahun 1945, Skinner menulis Wolden Two, sebuah novel khayalan yang menggambarkan sebuah masyarakat sosial dengan permasalahan dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan perilaku ahli teknik. Meskipun tidak diterbitkan hingga 1948, bukunya disajikan oleh penulis dengan terapi langsung dalam bentuk emotional catharsis. Hingga akhirnya Skinner dapat belajar dari kegagalan menuju kemahiran selama tauhn kegelapannya, yaitu 20 tahun pertama.
            Skinner menjelaskan bahwa dua karakter yang ada dalam bukunya yaitu Farazier dan Burris mewakili usaha/ percobaannya untuk menggabungkan dua askpek berbeda yang ada dalam kepribadiannya sendiri. Buku Wolden Two pun turut menjadi pembangun karier profesional Skinner. Tidak lama kemudian ia mengurung diri untuk pembelajaran laboratorium terhadap tikus dan burung dara, tapi kemudian ia terlibat/ dilibatkan dalam aplikasi analisis tingkah laku terhadap teknologi pembentukan perilaku manusia dan mendapatkan ungkapan filosofis dalam Beyond Freedom and Dignity.
            Bidang psikologi yang didalami Skinner adalah analisis eksperimental atas tingkah laku. Ia melakukan penyilidikan terutama pada organisme infrahuman, biasanya tikus atau merpati. Di samping itu, Skinner juga menerapkan prinsip – prinsip pengondisian operan (operant conditioning) pada penyelidikan tentang psikotik pada orang dewasa, anak autis, analisis bahasa, dan perancangan mesin – mesin pengajaran. Diantara peralatan rancangannya yang terkenal adalah kotak Skinner (Skinner Box). Skinner telah memberikan sumbangan yang berarti kepada pemahaman tingkah laku, khususnya menyangkut belajar.
            Pada tahun 1948, Skinner kembali ke Harvard, dan melanjutkan eksperimen kecil menggunakan burung dara. Tahun 1964, di usianya yang ke – 60 tahun, Skinner berhenti mengajar. 10 tahun kemudian, ia mengambil 2 program pendanaan karier dari pemerintah pusat untuk masa 5 tahun, yang mengizinkan Skinner untuk melanjutkan menulis dan memimpin penelitian. Ia pun berhenti menjadi profesor psikologi pada tahun 1974. Setelah berhenti mengajar pada tahun 1964, Skinner menulis beberapa buku penting mengenai tingkah laku manusia antara lain, The Behavior of Organisme (1938), Walden Two (1948), Science and Human Behavior (1953), Verbal Behavior (1957), Shedules of Reinforcement (1957), dll. yang membantunya mendapatkan gelar sebagai America’s best-known living psychologist.
            Pada tanggal 18 Agustus 1990, Skinner meninggal karena menderita leukimia. Satu minggu sebelum kematiannya, Skinner mengirimkan pidato emosianalnya kepada konvensi American Psychological Association (APA) mengenai kelanjutan advokasinya tehadap behaviorisme radikal. Dengan adanya konvesi ini, ia mendapat surat pujian pertama sebagai Outstanding lifetime Constribution to Psychology. Dan Skinner adalah satu – satunya orang yang mendapat penghargaan tersebut dalam sejarah APA.

B. Teori Belajar Menurut Skinner
            Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh paratokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antar stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang dibrikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi anatara stimulus-stimulus tersebut akan memepengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan anatar stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari resspon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiapa alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
            Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan factor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
            Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendididkan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan dapat belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan lebih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Disinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak mampu menjelaskan alas an-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulus satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya sampai respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya adalah bahwa teori behavioristik tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.

            Sebagai contoh, motivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi pada kegiatan-kegiatan diluar kelas (bermain video-game, brlatih atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa tersebut mendapatkan pengalaman penguatan yang kuat pada kegiatan-kegiatan diluar pelajaran, tetapi tidak mendapatkan penguat dalam kegiatan belajar dikelas.

            Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relative sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
            Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping.  Yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak factor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.
            Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negative (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi.
            Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.  Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu;
1)      Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2)      Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3)      Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negative. Penguat negative tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negative (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positife reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respon.

C.    Prinsip – Prinsip Skinner

1.      Reinforcement
            Reinfocement didefinisikan sebagai sebuah konsekuen yang menguatkan tingkah laku (frekuensi tingkah laku). Keefektifan sebuah reinforcement dalam proses belajar perlu ditunjukkan karena kita tidak dapat mengasumsikan sebuah konsekuen adalah reinforcer sampai terbukti bahwa konsekuen tersebut dapat menguatkan perilaku. Misalnya, permen pada umumnya dapat menjadi reinforce bagi perilaku anak kecil, tetapi ketika mereka beranjak dewasa permen bukan lagi sesuatu yang menyenangkan.
2.      Punishment
            Punishment adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang tidak menyenangkan atau situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku.
3.      Pemberian Shaping
            Shaping digunakan dalam teori belajar behaviorisme untuk menunjukkan pengajaran keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku baru dengan memberikan penguatan kepada siswa untuk menguasai keterampilan atau perilaku tersebut dengan baik.
            Adapun langkah-langkah dalam pemberian shaping adalah:
a)      Memilih tujuan yang ingin dicapai;
b)      Mengetahui kesiapan belajar siswa;
c)      Mengembangkan sejumlah langkah yang akan memberikan bimbingan kepada siswa untuk melalui tahap demi tahap tujuannya dengan menyesuaikan kemampuan siswa;
d)     Memberi feedback terhadap hasil belajar siswa.
4.      Extinction
            Extinction adalah mengurangi atau menurunkan tingkah laku dengan menarik reinforcement yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi. Extinction ini terjadi melalui proses perlahan – lahan. Biasanya ketika reinforcement ditarik atau dihentikan perilaku individu sering meningkat seketika


5.      Anteseden dan perubahan perilaku
            Dalam operant conditioning, anteseden dapat memberikan petunjuk apakah sebuah perilaku akan mendapatkan konsekuen yang positif atau negatif.
            Menurut Skinner untuk menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu selain dengan memerhatikan konsekuen (consecuens), dapat juga digunakan anteseden. Karena sebagaimana telah disebutkan seebelumnya, perilaku manusia seperti sebuah sandwich atau serangkaian Antesedents-Behavior-Consequens (A-B-C). Dalam hal ini, ada dua cara untuk mengontrol anteseden agar menghasilkan perilaku baru atau perubahan perilaku, yaitu dengan cueing dan prompting.

D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik

Kelebihan
1.                  Sangat cocok untuk memperoleh kemempuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya  dengan bsik
2.                  Materi yang diberikan sangat detail hal ini adalah proses memasukkan stimulus yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang diberikan, diharapksn peserta didik memahami dan mampu mengikuti setiap pembelajaran.
3.                  Membangun konsentrasi pikiran dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman dirasa perlu. Penguatsn ini akan membantu mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrasi dengan baik.

Kekurangan
1.                  Pembelajaran peserta didik hanya berpusat pada guru peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran hanya bedasarkan apa yang diberikan guru. mereka
 Tidak diajarkan untukberkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta ddik cenderung pasif dan bosan.
2.                  Peserta didik hanya mendegarkan dengan tertib penjelasan guru.
Pembelajaran seperti ini bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena menghafalkan apa yang di dengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.
3.                  Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi
Karena menurut teori inibelajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta didik untuk mencapai target tertentu.

E. Aplikasih Teori Behavioaristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran Behavioaristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori Behavioaristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode driil atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan hilang bila dikenai hukuman.
            Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau siswa pasif, prilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan prilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori Behavioaristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti kelompok bermain, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menegah, bahkan diperguruan tinggi, pembentukan prilaku dalam cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan
            Aplikasi teori Behavioaristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat pelajar, karakteristik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dilaksanakan dan dirancang berpijak pada teori Behavioaristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah berstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan , sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang belajar atau siswa. Siswa di harapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
            Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
            Karena teori  Behavioaristik memandang bahwa sebagai susuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan oleh aturan-aturan yang  jelas dan ditetapkan lebih dulu secara tetap. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum , dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk prilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatanpada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang harus berprilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada diluar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori Behavioaristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedagkan belajar sebagai aktifitas “mimetic “ yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktifitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks atau buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks\buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa manjawab secara “benar”  sesuai dengan keinginan guru hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
F. Langkah – Langkah Pembelajaran Berdasarkan Teori Skinner
Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang perpijak pada teori Behavioaristik yang dikemukakan Siciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran.langkah-langkah tersebut meliputi:
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2.      Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) siswa.
3.      Menentukan materi pelajaran.
4.      Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dsb.
5.      Menyajikan materi pelajaran.
6.      Memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan maupun tulisan, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas.
7.      Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa.
8.      Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif atau penguatan negatif), ataupun hukuman.
9.      Memberikan stimulus baru.
10.  Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa.
11.  Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.
12.  Demikian seterusnya.
13.  Evaluasi hasil belajar.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

            Burrhus Frederic skinner (B.F. Skinner) lahir di Susquehanna, Pennsylvania, pada tanggal 20 Maret 1904 dan meninggal pada tanggal 18 Agustus 1990, Skinner meninggal karena menderita leukimia. Skinner merupakan seorang psikologi terkemuka di Amerika dan merupakan seorang pengajar di Universitas Harvard samapi akhir hayatnya. Bidang psikologi yang didalami Skinner adalah analisis eksperimental atas tingkah laku. Ia melakukan penyilidikan terutama pada organisme infrahuman, biasanya tikus atau merpati. Di samping itu, Skinner juga menerapkan prinsip-prinsip pengondisian operan (operant conditioning) pada penyelidikan tentang psikotik pada orang dewasa, anak autis, analisis bahasa, dan perancangan mesin – mesin pengajaran.
            Skinner menyimpulkan bahwa terdapat dua macam respons yang berbeda yaitu respondent response atau reflexive response dan operant response atau instrumental response (Sanjaya, 2006: 116). Skinner mengembangkan teori conditioning dengan menggunakn tikus sebagai percobaan.
Teori belajar behavioristik masih dirasakan manfaatnya daam kegiatan pembelajaran. Selain teori ini telah mampu memberikan sumbangan atau motivasi bagi lahirnya teori-teori belajar yang baru,juga karena prinsip-prinsipnya (walaupun terbatas) terasa masih dapat diaplikasikan secara praktis dalam pembelajaran hingga kini. Walaupun teori ini mulai mendapatkan kritikan,namun dalam hal-hal tertentu masih diperlukan khususnya dalam mempelajari aspek-aspek yang sifatnya relative permanen dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan secara ketat.
Secara ringkas,teori behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluar atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
Penguatan (reinforcement) adalah factor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Demikian juga dengan penguatan dikurangi (negative reinforcement)  maka respons juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behavioristik antara lain Thorndike,Watson,Skiner,Hull dan Guthrie.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran,bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntun siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil,dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

No comments:

Post a Comment